Segala puji hanya milik Allah Rabbul
‘aalamiin, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.
Amma ba’du:
Ikhwani fillah, materi kita hari ini adalah tentang Anshar Thaghut (pembela atau pendukung thaghut).
Pada uraian-uraian yang lalu kita sudah
mengetahui tentang status thaghut, baik si thaghut itu adalah hukum
buatan ataupun si pembuat hukumnya itu sendiri atau berupa orang yang
menerapkan hukumnya.
Jadi, siapa yang dimaksud dengan anshar
thaghut itu dan bagaimana status mereka serta apa saja dalil-dalilnya
yang menunjukkan terhadap hukumnya tersebut? Kita akan mengetahuinya
setelah menyimak penjelasan berikut ini… insya Allah.
Yang dimaksud dengan Anshar Thaghut
adalah orang-orang yang membela-bela atau berjuang atau berperang untuk
membela dan mempertahankan thaghut, baik dengan lisan, tulisan ataupun
dengan kekuatan (senjata).
1. Anshar Thaghut Dengan Lisan & Tulisan
Yaitu para pembela thaghut yang berjuang membela thaghut dengan lisan, dan kelompok yang masuk di dalamnya adalah ‘ulama-‘ulama suu’
(jahat) yang membela-bela thaghut dengan menyatakan bahwa pemerintah
(Thaghut) adalah pemerintah Islam atau Amirul Mu’minin atau pemimpin
kaum muslimin yang wajib diberikan loyalitas, sedangkan orang yang
memberontak terhadap thaghut ini atau orang yang berusaha untuk
menjatuhkannya, maka mereka katakan sebagai bughat (pembangkang) atau sebagai Khawarij.
Atau para Mujahidin yang berupaya untuk menjatuhkan dan memeranginya,
mereka (ulama-ulama suu’) katakan sebagai bughat atau Khawarij. Maka
‘ulama yang seperti ini termasuk dalam barisan anshar thaghut.
Juga masuk ke dalam bagian ini adalah para i’lamiyyun
seperti orang-orang media yang membela thaghut dengan lisan dan atau
tulisannya, yang menyebarkan paham (isme) thaghut atau membela sistem
thaghut dengan lisannya melalui media-media mereka, baik itu televisi,
media cetak, radio atau melalui apa saja yang membela-bela thaghut dan
membantu mengokohkan sistem thaghut, maka ini termasuk anshar thaghut.
2. Anshar Thaghut Yang Membela Dengan Senjata Atau Dengan Fisiknya.
Dalam kelompok ini masuk di dalamnya
aparat-aparat thaghut yang memang secara sengaja mereka dibentuk dan
diadakan untuk tujuan mengokohkan atau untuk menjadi aparat pelindung
yang menegakkan hukum thaghut ini, atau untuk mengokohkan singgasana
thaghut atau sistemnya.
Jika kita meninjau Undang Undang Dasar
1945 yang ada di negeri ini, maka kita akan mengetahui bahwa aparat
kepolisian itu adalah sebagai aparat keamanan yang menegakkan keamanan
dan penegak hukum. Mereka adalah sebagai aparat thaghut yang menegakkan
hukum thaghut ini dan mereka juga yang menghadang orang-orang yang
berupaya untuk merongrong hukum thaghut ini atau melanggar hukum thaghut
ini.
Kemudian aparat militer atau tentara,
mereka adalah sebagai pelindung yang menjaga serangan dari luar dan yang
mengokohkan pemerintah kafir ini, juga yang menghadang segala
penyerangan, baik itu penyerangan dari kelompok orang-orang yang
bertauhid atau pun dari kelompok lainnya. Jadi, tentara atau aparat
militer dibuat dan dibentuk sebagai pelindung yang melindungi negara
kafir ini dan termasuk di dalamnya sistem thaghut ini berikut para
thaghutnya.
Begitu juga BIN (Badan Intelejen Negara), mereka yang mengokohkan thaghut ini dengan fisiknya, atau memata-matai kaum muslimin (tajassus ‘alal muslimin)
maka mereka ini termasuk anshar thaghut. Kelompok atau front atau
barisan atau apa saja yang mana mereka menggunakan fisik dan senjatanya
dalam rangka mengokohkan sistem thaghut ini, baik itu undang-undangnya
atau sistem demokrasinya atau pemerintahan kafirnya ataupun falsafah
syiriknya, maka mereka itu termasuk barisan anshar thaghut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam
banyak ayat Al Qur’an telah menggolongkan atau telah menyamakan thaghut
bersama ansharnya di dalam hukum atau sanksi di dunia dan sanksi di
akhirat.
Sanksi di dunia ini adalah sebagaimana
saat Allah menghancurkan Fir’aun bersama bala tentaranya. Fir’aun adalah
thaghutnya, kemudian bala tentaranya adalah anshar-nya.
Allah telah menghancurkan mereka semua, Allah menyamakan mereka semua
dan tidak memilah-milah antara Fir’aun dengan tentaranya atau thaghut
dengan ansharnya, Allah Ta’ala mengatakan:
فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ وَهُوَ مُلِيمٌ
“Maka Kami siksa dia (Fir’aun) dan
bala tentaranya lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut, sedang dia
melakukan pekerjaan yang tercela”. (QS. Adz Dzariyaat [51]: 40)
Di sini Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyamakan Fir’aun dengan bala tentaranya (anshar-nya) dalam hukum atau sanksi yang diberikan kepada mereka di dunia ini.
Kemudian dalam masalah hukum atau vonis
di akhirat yang berkaitan dengan masalah dosanya, maka Allah juga
menyamakan vonis bagi mereka, yaitu Fir’aun dengan tentaranya atau
thaghut dengan ansharnya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan:
إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ
“Sesungguhnya Fir’aun dan Haaman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah”. (QS. Al Qashash [28]: 8)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa
Fir’aun (thaghutnya), Hamman (dia adalah menterinya) atau para pejabat
yang ada di sekelilingnya, dan para tentara-tentaranya; seperti polisi
atau aparat militernya, bahwa mereka adalah orang-orang yang bersalah.
Dalam dua ayat di atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah menyamakan mereka (thaghut dan ansharnya) dengan hukum atau
sanksi, baik itu di dunia maupun di akhirat. Dalam surat Adz Dzaariyat
tersebut dikisahkan bahwa Allah menenggelamkan mereka semua tanpa
memilah-milah mana thaghut atau mana yang ansharnya, dan di dalam surat
Al Qashash Allah juga memvonis mereka sebagai orang-orang yang bersalah.
Fir’aun dan para pejabat bawahannya serta
bala tentaranya atau thaghut dan ansharnya Allah samakan dalam vonis di
dunia dan akhirat, dikarenakan si thaghut ini tidak bisa menjalankan
kekuasannya atau melaksanakan hukum-hukum bathilnya, kekafiran dan
kezhalimannya tanpa ansharnya itu. Thaghut hanya memerintahkan atau
menginstruksikan saja sedangkan ansharnyalah yang langsung melaksanakan
kezhalimannya. Tanpa ada anshar di sekeliling thaghut, maka si thaghut
tidak akan bisa berbuat apa-apa. Ansharnyalah yang mengokohkan thaghut
berikut sistemnya.
Seandainya ada sekelompok masyarakat yang
ingin membunuh thaghut yang mana padahal dia hanya sendirian, sebelum
berhadapan dengan thaghut maka sekelompok masyarakat ini akan berhadapan
dengan ansharnya terlebih dahulu, ansharnyalah yang pertama kali
menghalangi sekelompok masyarakat itu untuk membunuh thaghutnya. Jadi
thaghut ini dilindungi oleh ansharnya. Anshar ini sebagai pasak atau
pengokoh singgasana thaghut dan pemerintahannya, dengan anshar inilah si
thaghut itu melaksanakan kebathilannya. Dengan sebab inilah Allah
memvonis para anshar ini sebagai autad (pasak), Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan:
وَفِرْعَوْنَ ذِي الأوْتَادِ
(١٠) الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلادِ (١١) فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ
(١٢) فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ
“Dan Fir’aun yang mempunyai autad/pasak-pasak
(tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu
mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu
menimpakan kepada mereka cemeti ‘adzab” (QS. Al Fajr [89]: 10-13)
Di sini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan bahwa Fir’aun kokohnya adalah dengan autad
(pasak/paku), tanpa ada anshar maka kekuasaan thaghut tidak akan
berlangsung lama. Kokohnya sistem thaghut ini adalah karena adanya
anshar di sekeliling thaghut. Sehingga sanksi yang akan mereka terima
adalah sama, baik itu thaghutnya maupun ansharnya, dan begitu juga dalam
sisi kebersalahannya…
Maka dari penjelasan di atas kita
mengetahui bahwa status anshar thaghut itu sama dengan thaghutnya,
yaitu KAFIR. Anshar thaghut mendapatkan vonis seperti apa yang diterima
oleh thaghutnya. Di dunia dia divonis kafir dan di akhirat juga dia
kekal di dalam api neraka (jika sebelum mati tidak bertaubat, ed.).
Dalil-Dalil Tentang Kekafiran Anshar Thaghut
A. Dari Al Qur’an
- Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ
الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ
“Orang-orang yang beriman berperang
di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, maka
perangilah wali-wali syaitan itu” (QS. An Nisaa’ [4]: 76)
Dalam ayat ini secara jelas Allah
menetapkan vonis bahwa orang yang berperang di jalan Allah maka dia
adalah orang yang beriman, sedangkan orang yang berperang di jalan
thaghut adalah orang kafir.
Orang yang berperang, baik itu berperang
dengan lisan, tulisan atau dengan senjata dan fisiknya. Jika dia
berperang atau melakukan pembelaannya di jalan Allah, maka dikatakan
sebagai orang-orang yang beriman, dan orang yang berperang atau
melakukan pembelaan di jalan thaghut, maka itu adalah orang kafir.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memvonis secara sharih
(jelas dan gamblang) bahwa orang yang berjuang dalam rangka mengokohkan
sistem thaghut atau membela thaghut adalah orang kafir, baik itu dengan
lisan/tulisan seperti para ‘ulama suu’ atau orang-orang media ataupun
orang yang terjun dengan fisik dan senjata seperti aparat tentara dan
polisi atau orang-orang intelejen atau yang sejenisnya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan tentang orang ini: “maka perangilah wali-wali syaitan itu”.
Dari ayat ini diambil kaidah baku, bahwa
hukum asal pada anshar thaghut adalah hukumnya kafir. Atau hukum asal
pada orang yang menampakkan sikap pembelaan terhadap thaghut adalah
adalah hukum kafir. Atau hukum asal dari barisan anshar thaghut adalah
hukum kafir.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang tawalliy[1] kepada mereka maka ia termasuk golongan mereka” (QS. Al Maidah [5]: 51)
Para ulama menjelaskan bahwa barang siapa membela mereka atas kaum muslimin maka dia termasuk golongan mereka.
Anshar thaghut yang membela-bela dengan
lisan/tulisan atau dengan fisik dan senjata ini, baik itu dalam rangka
untuk memerangi kaum muslimin mujahidin atau tawalliy kepada hukumnya
itu sendiri berupa sikap setuju dan mengikutinya. Orang yang tawalliy
kepada mereka Allah vonis bahwa dia termasuk golongan mereka, yaitu
kafir sama halnya dengan mereka. Barangsiapa tawalliy kepada orang kafir
apa saja keyakinannya, maka dia sama kafirnya dengan orang kafir
tersebut.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ
آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى
الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah thaghut,
yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran),
mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al Baqarah [2]: 257)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala
mengatakan bahwa orang yang walinya atau pemimpinnya adalah thaghut,
maka dia adalah orang kafir, sedangkan bagi anshar thaghut pemimpin
mereka yang mereka bela-bela adalah thaghut, maka Allah mencap kafir
orang yang menjadikan thaghut menjadi walinya.
4. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ
“Barang siapa yang mana dia itu musuh
bagi Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail,
maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir”. (QS. Al Baqarah [2]: 98)
Ayat ini berkenaan dengan orang-orang Yahudi, di mana ketika mereka mengetahui bahwa yang turun membawa wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah malaikat Jibril, maka orang-orang Yahudi tidak menyukainya.
Mereka mengatakan bahwa “itu (Jibril) adalah musuh kami”. Padahal
malaikat adalah rasul Allah dan mereka hanya memusuhi Jibril saja, akan
tetapi mereka Allah vonis dengan ayat ini.
Orang yang memusuhi satu rasul Allah,
baik itu rasul dari kalangan malaikat atau manusia, maka sesungguhnya
orang itu telah menjadi musuh Allah, musuh rasul-Nya, musuh
malaikat-malaikat-Nya, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala memvonisnya sebagai orang kafir.
Bentuk permusuhan macam apa yang lebih
dasyat daripada sikap thaghut dan ansharnya yang mana mereka
meninggalkan ajaran Allah dan justeru malah membuat ajaran atau hukum
sendiri yang diambil dari orang-orang bejat dan cabul, mereka memerangi
wali-wali Allah yang akan menegakkan hukum Allah, mereka
memenjarakannya, menyiksanya, membunuhnya, mempersempit hidupnya, dan
malah memberikan keleluasaan bagi orang-orang bejat, para pelacur, para
penjudi dan orang-orang durjana, orang-orang kafir, orang-orang murtad
dan orang zindiq untuk merusak ajaran Allah dan merusak di muka bumi
ini… bentuk permusuhan terhadap Allah macam apa yang lebih dasyat dari
sikap macam tadi…??! Di sini Allah mengatakan bahwa orang yang seperti
itu adalah orang-orang kafir.
Sedangkan anshar thaghut, mereka dibuat
dalam rangka mengokohkan hukum thaghut dan dalam rangka mengokohkan
ajaran yang dimusuhi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh
karena itu anshar thaghut dan orang-orang yang semacam mereka, Allah
katakan bahwa mereka adalah musuh bagi Allah dan mereka adalah
orang-orang kafir.
Jadi, ayat ini secara tegas menjelaskan
bahwa siapa yang memusuhi satu rasul Allah, maka itu artinya memusuhi
semua malaikat dan memusuhi semua para rasul. Sebagaimana Allah juga
mengatakan: “Kaum Nuh telah mendustakan semua rasul”[2] padahal
kita mengetahui sebelum Nabi Nuh belum ada rasul karena beliau adalah
rasul pertama, tapi Allah memvonis bahwa kaum Nabi Nuh mendustakan para
Rasul. Orang mendustakan Nabi Nuh maka itu telah mendustakan seluruh
rasul-rasul Allah yang akan diutus setelahnya.
B. Dalil Dari As Sunnah
Ketika perang Badr, kita mengetahui bahwa
di antara kaum musyrikin ada orang-orang yang mengaku Islam yang tidak
hijrah, kemudian mereka dipaksa
untuk ikut berperang di barisan kaum musyrikin dalam rangka memerangi
kaum muslimin. Yang mati dari barisan kaum kafir Quraisy sebanyak 70
orang dan yang menjadi tawanan adalah 70 orang. Dan di antara mereka
terdapat Al ‘Abbas (paman Rasulullah), kemudian ketika ditangkap Al
‘Abbas mengatakan: “Ya Rasulullah, saya ini dipaksa!”, maka Rasul berkata: “Dhahir
kamu di barisan kaum musyrikin memerangi kami, adapun rahasia bathin
kamu maka urusan itu atas Allah, tebus diri kamu dan dua keponakanmu!”[3].
Di sini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperlakukan Al ‘Abbas sebagai orang kafir dengan menawannya dan
menyuruh Al ‘Abbas untuk menebus dirinya sendiri, padahal Al ‘Abbas
mengatakan bahwa “saya ini dipaksa!”.
Bila saja orang yang berada dibarisan
kaum musyrikin untuk memerangi kaum muslimin dengan kondisi dipaksa
adalah diperlakukan sebagaimana halnya orang kafir (secara hukum dunia),
maka apa gerangan dengan orang yang berada dibarisan kaum musyrikin
atau di barisan thaghut tanpa dipaksa tapi penuh ikhlash dan dengan
sukarela?, bahkan dengan cara menyuap agar mereka bisa masuk ke dalam
barisannya, mereka mendaftarkan diri dengan mendatangi setiap Kodim atau
Polda untuk menjadi calon anshar thaghut, dan ketika sudah masuk
menjadi anshar thaghut mereka merasa bangga dengan Korps-nya atau bangga
dengan seragamnya..??! maka mereka lebih kafir lagi…!
Ini adalah nash hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang memperlakukan Al ‘Abbas sebagai orang kafir karena berada di
barisan kaum musyrikin dalam rangka memerangi kaum muslimin di Badr,
meskipun Al ‘Abbas ini dalam kondisi dipaksa.
Jadi hukum orang yang berada di barisan
kaum musyrikin adalah kafir, sebagaimana juga apa yang menimpa pasukan
yang akan menginvasi Ka’bah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala
membenamkan mereka semuanya mulai dari barisan paling depan hingga
paling belakang, Allah membenamkan mereka semua dengan tanpa
memilah-milah antara yang dipaksa dengan yang tidak atau orang yang
sedang musafir dalam perjalanannya dan berpapasan dengan pasukan mereka,
dan dengan tanpa memilah mana orang yang kafir dan mana orang yang
muslim, padahal Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang
menyembunyikan keimanan di antara mereka dan Maha Mampu untuk memisahkan
mereka, Rasul mengatakan tentang kisah ini: “Mereka dibenamkan semuanya dan Allah membangkitkan berdasarkan niatnya”.[4]
Begitu juga bila seandainya ada salah
seorang dari barisan thaghut itu yang menyembunyikan keimanannya, namun
dia belum berlepas diri dari barisannya karena menunggu suatu moment
tertentu dan waktu yang tepat, maka kaum mujahidin tidak disalahkan bila
dia (orang yang menyembunyikan keimanan itu) tertembak oleh pasukan
mujahidin. Jika saja Allah Maha Kuasa dan Maha Mampu tidak memilah-milah
orang yang berada di barisan kaum musyrikin yang memerangi kaum
muslimin, maka apa gerangan dengan seorang mujahid yang hanya manusia
biasa yang tidak mengetahui hal yang ghaib ?
C. Dalil Dari Ijma
Ijma dari para shahabat; Ketika terjadi riddah
(kemurtaddan) di kalangan kabilah-kabilah Arab, di antaranya kelompok
Tulaihah Al Asadiy dan kelompok Musailamah Al Kadzdzab si nabi palsu. Di
sini thaghutnya adalah Tulaihah dan Musailamah sedangkan ansharnya
adalah para pengikutnya. Di dalam Tarikh disebutkan bahwa pengikut Musailamah Al Kadzdzab berjumlah sekitar 100.000 orang.
Khalifah Abu Bakar dan semua shahabat ijma’
(sepakat) bahwa para pengikut Musailamah dan para pengikut nabi-nabi
palsu yang lainnya adalah orang-orang murtad. Padahal kita mengetahui
bahwa kebanyakan para pengikut Muslilamah adalah tertipu oleh seorang
da’i yang diutus oleh Rasulullah ke Yamamah tapi kemudian dia malah
membelot kepada Musailamah dengan membenarkan apa yang diucapkan
Musailamah dan bahkan bersaksi di hadapan masyarakat Banu Hanifah (di
Yamamah) bahwa benar Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam
telah menyertakan Musailamah dalam kenabian, masyarakatnya pun
mempercayainya dan akhirnya mereka ikut mendukung Musailamah. Akan
tetapi para shahabat ijma’ bahwa mereka yang mengikuti Musailamah itu
divonis murtad.
Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah juga mengatakan bahwa: “Para ‘ulama ijma’ (setelah menyebutkan bahwa mereka itu tertipu oleh saksi tadi) bahwa mereka itu murtaddun walaupun mereka itu bodoh akan hal itu karena tertipu oleh saksi palsu itu”.
Shahabat ijma’ atas kafirnya mereka,
bahkan para shahabat memerangi mereka sampai akhirnya mereka terdesak
dalam peperangan, kemudian datang utusan Buzakhakh kelompok Tulaihah Al
Asadiy kepada Khalifah Abu Bakar untuk meminta damai. Abu Bakar radliyallahu ‘anhu tidak menerima permintaan damai mereka kecuali dengan
syarat-syarat tertenu, dan di antara syarat yang diutarakan oleh Abu
Bakar dan disepakati oleh para shahabat yang harus mereka terima adalah
mereka harus bersaksi bahwa “orang yang mati di barisan mereka (para pengikut Musailamah) itu adalah masuk neraka”, ini adalah di antara syarat yang harus mereka terima.
Ini merupakan ijma dari para shahabat atas kekafiran atau kemurtaddan anshar thaghut Musailamah Al Kadzdzab dan yang lainnya.
Dan dalam kisah ini ada sekelompok kaum
muslimin dalam barisan anshar Musailamah, tapi mereka tidak cepat
bergabung dengan barisan kaum muslimin padahal ada kemampuan untuk
bergabung karena kekuatan pasukan kaum muslimin yang mendominasi, di
antara kelompok itu adalah Muja’ah Ibnu Murarah. Dia tidak mengingkari
Musailamah dan tidak cepat bergabung dengan pasukan kaum muslimin, dia
ada di antara tawanan pasukan Khalid Ibnul Walid, Muja’ah mengatakan: “Saya ini muslim dan saya tidak pernah merubah keyakinan saya”, maka Khalid berkata: “Kamu ini sudah berubah dari sebelumnya”, Muja’ah mengatakan : “Jika seandainya Musailamah itu nabi palsu maka itu urusan dia, karena seseorang tidak memikul dosa orang lain”, kemudian kata Khalid : “Kenapa
kamu tidak mengingkari seperti Tsumamah dan Al Yasykuriy ?, jika kamu
tidak mampu, lalu kenapa kamu tidak cepat bergabung dengan kami ketika
mendengar pasukan kami datang ?”[5].
Di sini Khalid Ibnu Walid memperlakukan Muja’ah yang ada di barisan
Musailamah sebagai orang kafir dengan menjadikannya tawanan, padahal
Muja’ah tidak mendukungnya dan hanya berada di barisan Musailamah.
Yang menjadi inti di sini adalah sikap
atau ijma shahabat atas kekafiran Musailamah dan ansharnya, dan ketika
mengambil perjanjian damai dengan mereka, maka disyaratkan bahwa mereka
harus bersaksi bahwa orang-orang yang mati di antara mereka adalah calon
penghuni neraka. Ini adalah vonis kafir di dunia dan di akhirat.
Ini adalah ijma para shahabat yang berlandaskan kepada nash tentunya…
D. Kaidah Fiqh (Qawa’id Fiqhiyyah)
Dalam kaidah fiqh ini dikatakan bahwa Thaifah Mumtani’ah Bisy Syaukah
(kelompok yang memiliki kekuatan dan melindungi diri dengannya), maka
status individu dalam kelompok ini adalah sama seperti status kepala
atau pimpinannya.
Ini berlaku dalam segala hal, jika pimpinannya adalah muslim bughat (pemberontak) maka bawahannya juga bughat. Seperti kelompok Mu’awiyyah Ibnu Abu Sufyan radliyallahu ‘anhum,
beliau waktu itu membangkang dan tidak mau membai’at terhadap Ali, maka
setiap individu dalam kelompok yang membangkang ini disebut bughat,
bukan hanya Mu’awiyyah (sebagai pemimpinnya,ed) yang di sebut bughat.
Oleh karena itu Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mengatakan tentang kabar kematian ‘Amar radliyallahu ‘anhu: “Kamu akan dibunuh oleh kelompok yang membangkang (baghiy)” dan Amar waktu perang Shiffin ini berada di pihak Ali dan terbunuh oleh pasukan Mu’awiyyah radliyallahu ta’ala ‘anhum ajma’in.
Jika ada sebuah kelompok Khawarij di
Darul Islam dan mereka melindungi diri dengan kekuatan pasukannya, maka
pimpinan dan seluruh bawahannya adalah Khawarij.
Juga seperti kelompok Musailamah Al
Kadzdzab, dia murtad di wilayah Darul Islam dan dia melindungi diri
dengan pasukannya, maka setiap individu yang ada di dalam kelompoknya
adalah murtad sama seperti pimpinannya.
Jika thaifah mumtani’ah ini ada
di luar Darul Islam seperti thaghut (pemerintah) sekarang, di mana
mereka yang memegang kekuasaan, pimpinannya adalah thaghut maka setiap
individu atau person-person dari ansharnya seperti polisi atau tentara
atau intelejennya adalah sama kafirnya seperti thaghut pimpinannya.
Ini adalah empat dalil yang menunjukan
bahwa anshar thaghut itu statusnya adalah kafir sama dengan thaghut
pimpinannya itu sendiri.
Ini adalah materi yang berkaitan dengan
pembahasan Anshar Thaghut (pembela atau pendukung thaghut), semoga
shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad,
keluarganya dan para shahabatnya sampai hari kiamat.
Alhamdulillahirabbil’alamin…[6]
[1]Di antara makna tawalliy adalah seperti apa yang telah dijelaskan dalam bahasan Hukum Loyalitas Kepada kaum Musyrikin, yaitu :
- a. Al Mahabbah (Kecintaan)
- b. Al Mudlaharah atau An Nushrah (Pembelaan)
- c. Al Muwaffaqah (Menyetujui)
- d. Al Mutaba’ah (Mengikuti)
[2] QS. Asy Syu’ara 105
[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, sedang asal haditsnya ada dalam Shahih Al Bukhari
[4] HR. Bukhari dan Muslim
[5] Lihat At Tibyan Fie Kufri Man A’ana Al Amrikan, Syaikh Nashir Al Fahd, Hal: 64
[6] Saduran dari rangkaian taushiyyah.
0 komentar:
Posting Komentar