بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
A. Hukum Darah Orang Muslim
Hukum asal bagi darah orang muslim adalah haram ditumpahkan tanpa hak. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barangsiapa yang membunuh
seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia
di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan ‘adzab yang besar baginya.” (QS. An-Nisaa’ [4]: 93)
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian dalam agama ini. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui”. (QS. At-Taubah [9]: 11)
Sedangkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap muslim atas muslim itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya” (HR. Muslim)
Beliau juga berkata di Mina saat haji Wada: “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram” (Muttafaq‘alaih)
Dalam hadits Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu, beliau pun bersabda: “Tidak
halal darah orang muslim yang bersaksi Laa ilaaha illallaah dan bahwa
aku Rasulullah, kecuali dengan sebab salah satu dari tiga hal: Tsayyib
(orang yang sudah pernah menikah) yang berzina, jiwa dengan jiwa
(qishash) dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad) lagi memisahkan
diri dari jama’ah”. (Muttafaq‘alaih)
Dalam hadits Abu Malik Al Asyja’iy radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu
yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan
perhitungannya adalah terhadap Allah Ta’ala” (HR. Muslim)
Dan sabda beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits Shakhr Ibnu Al ‘Ailah radliyallahu ‘anhu: “Sesungguhnya (suatu) kaum bila telah masuk Islam, maka mereka itu telah melindungi darah dan harta mereka” (HR. Abu Dawud dan para perawinya tsiqat)
B. Hukum Darah Orang Kafir
Hukum asal bagi darah orang kafir adalah halal ditumpahkan, namun darah mereka menjadi haram dengan salah satu dari dua ‘ishmah (keterjagaan), yaitu ‘Ishmatul Iman dan ‘Ishmatul Aman.
1. ‘Ishmatul Iman
Yaitu keterjagaan dengan sebab dia beriman atau masuk Islam. Berdasarkan dalil-dalil di atas dan juga dalil-dalil berikut ini:
Firman Allah Subhaanahu Wa Ta’ala:
فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Apabila sudah habis bulan-bulan
Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu
jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di
tempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [9]: 5)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk membunuh orang kafir harbiy sampai mereka masuk Islam.
Sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam di dalam hadits Ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilaah
(yang haq) kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mereka
mendirikan shalat serta menunaikan zakat kemudian bila mereka telah
melakukan hal itu, maka mereka melindungi darah dan harta mereka dariku,
kecuali dengan hak Islam, sedangkan perhitungan mereka adalah atas
Allah Ta’ala”. (Muttafaq‘alaih)
Hadits ini juga sama dengan ayat sebelumnya.
Yang dimaksud keislaman yang melindungi
darah dan harta adalah keislaman dlahir, bukan harus keislaman bathin
(hakiki) yang janji surga dikaitkan terhadapnya. Oleh sebab itu orang
munafiq terjaga darah dan hartanya karena dia menampakkan keislaman dan
tidak menampakkan kekafiran di hadapan orang Islam, oleh karenanya dia
dihukumi muslim padahal secara bathin dia itu kafir calon penghuni dasar
neraka.
2. ‘Ishmatul Aman
Yaitu keterjagaan darah orang kafir
karena adanya jaminan keamanan, baik sementara waktu maupun selamanya.
Bentuk ‘ishmatul aman :
a. Aman Ar Rasul
Yaitu jaminan keamanan yang diberikan
kepada utusan. Jaminan ini telah ada sebelum Islam dan Islam mengakuinya
serta mengokohkannya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada utusan Musailamah Al Kadzdzab: “Seandainya kamu bukan utusan, tentu saya telah membunuhmu” (HR. Abu Dawud, shahih)
Hak orang murtad adalah dibunuh, tetapi
karena dia berstatus sebagai utusan, maka statusnya ini menjadi penjamin
keamanan bagi dia. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya saya ini tidak pernah melanggar perjanjian dan tidak menahan utusan”. (HR. Abu Dawud dan Ibu Hibban menshahihkannya; diriwayatkan pula oleh An Nasa’i)
Jadi utusan wajib dikembalikan, tidak boleh ditahan atau diganggu.
b. Aman Adz Dzimmah
Yaitu jaminan keamanan yang disebabkan
oleh akad dzimmah, yaitu akad yang diberikan oleh imam atau
wakil-wakilnya kepada orang kafir atau yang rela hidup di bawah Daulatul
Islam dengan syarat-syarat tertentu, dan akad ini bisa berlangsung
selamanya, kecuali:
- Bila turun Isa Ibnu Maryam, karena saat itu tidak diterima, kecuali Islam atau dibunuh
- Di jazirah Arab, karena tidak boleh ada agama lain di sana kecuali Islam.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang
siapa membunuh jiwa mu’ahad (orang kafir yang diikat perjanjian) yang
memiliki jaminan Allah dan jaminan Rasul-Nya, maka ia tidak akan
mendapat wangi surga, dan sesungguhnya wanginya didapatkan dari
(jarak,ed.) perjalanan empat puluh tahun” (HR. Al Bukhari)
Oleh sebab itu ada diyat dalam membunuh orang kafir dzimmiy, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Diyat ahli adz dzimmah adalah setengah diyat kaum muslimin” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i, At Tirmidziy dan Ibnu Majah)
Seandainya halal dibunuh tentu tidak ada
ancaman terhadap pembunuhnya dan tidak ada diyat karena pembunuhannya.
Banyak sekali nash hadits ancaman terhadap orang yang membunuh atau
menyakiti kafir dzimmiy.
c. Aman Al Hudnah
Yaitu jaminan keamanan bagi orang kafir
harbiy yang mengikat perjanjian sementara dengan kaum muslimin.
Perjanjian ini hanya dilakukan oleh imam kaum muslimin dengan
(pertimbangan,ed) demi mashlahat kaum muslimin. Hal ini seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
dengan kafir Quraisy di Al Hudaibiyyah, di antara butir perjanjian itu
adalah gencatan senjata selama sepuluh tahun dan untuk tidak saling
mengganggu. (HR. Abu Dawud)
Oleh sebab itu banyak nash ancaman
terhadap pembunuhannya, karena itu adalah pelanggaran terhadap
perjanjian yang Allah ta’ala wajibkan penunaiannya dan Allah tetapkan
juga diyat atas pembunuhannya.
Perlu diketahui bahwa perjanjian ini
hanya mengikat terhadap orang-orang yang berada dalam wilayah kekuasaan
imam yang mengikat akad perkanjian itu, tidak bagi orang-orang yang di
luar kekuasaannya, dengan dalil bahwa saat kelompok Abu Bashir
melakukan perampasan dan pembunuhan orang-orang kafir Quraisy yang
melewati wilayah mereka, Rasulullah tidak melarangnya dan tidak pula
mengingkarinya dan kaum kafir Quraisy pun tidak menuntut Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam karena sebab perbuatan mereka.
d. Aman Al Jiwar
Yaitu jaminan keamanan yang diberikan
kepada orang kafir yang masuk ke Darul Islam untuk kebutuhan belajar,
usaha, berobat, atau yang lainnya. Jaminan ini bisa diberikan oleh
setiap individu muslim mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan. Dia
haram dibunuh sampai kembali ke tempat dia masuk. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ
“Dan jika seorang di antara
orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian
antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan
mereka kaum yang tidak mengetahui”. (QS. At Taubah [9]: 6)
Saat Ummu Hani radliyallahu ‘anha memberikan jaminan keamanan kepada orang musyrik, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kami telah menjamin orang yang engkau jamin.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Begitu juga dalam hadits Ali radliyallahu ‘anhu: “Dan tidak boleh dibunuh dzu ‘ahdin pada masa jaminannya” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa’i serta di sahkan oleh Al Hakim).
Dzul ‘Ahdi adalah laki-laki dari
penduduk Darul Harbiy yang masuk ke tengah kita dengan jaminan
keamanan, maka sesungguhnya membunuh dia itu haram atas orang muslim
sampai dia kembali ke tempat amannya. (Subulus Salam, Ash Shan’aniy, kitab Jinayat hadits no.6)
e. Keterjagaan darah orang kafir dengan sebab orang muslim masuk ke negeri mereka dengan jaminan mereka
Maka tidak boleh bagi orang muslim yang
bersangkutan untuk membunuh mereka atau merampas harta mereka, karena
jaminan mereka itu merupakan akad untuk tidak saling mengganggu,
sedangkan Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الأنْعَامِ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah ‘aqad-‘aqad itu” [1] (QS. Al Maaidah [5]:1)
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya saya tidak melanggar perjanjian” (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Sebagaimana orang kafir harbiy masuk ke
Darul Islam dengan jaminan, maka itu merupakan akad untuk tidak
mengganggu dan tidak diganggu, begitu juga orang muslim yang masuk ke
Darul Harbiy dengan jaminan mereka, maka itu merupakan akad untuk tidak
mengganggu dan tidak diganggu.
Seperti halnya orang muslim yang masuk ke
Darul Harbiy dengan memakai visa asli maupun palsu. Dikarenakan mereka
(orang kafir) meyakini bahwa yang palsu itu asli, sehingga mereka
mengizinkannya masuk dan memberikan semua apa yang diberikan kepada
pemilik visa asli. Andai saja mereka mengetahui bahwa itu palsu, tentu
mereka tidak akan mengizinkannya masuk.
Berbeda halnya dengan orang muslim yang
masuk ke sana secara illegal atau masa jaminannya sudah habis sehingga
ia dikejar-kejar atau orang muslim yang masuk dan (kemudian,ed.) menjadi
warga negara itu atau dia asli warga negara itu.
Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk Risalah Abu Bashir Abdul Mun’im Mushthafa Halimah tentang Hukmu Istihlal Amwal Al Musyrikin. Wallahu A’lam.[2]
Alhamdulillahirrabbil ‘Aalamiin…
[1]
’Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan
perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
[2] Selesai diedit di penghujung 2007.
0 komentar:
Posting Komentar